Senin, 02 September 2019

ALHAMDULILLAH, HIJRAH KE SAIM


“Sebuah catatan kecil perjalanan hijrahku bersama orang-orang hebat dengan memaknai setiap kegiatan pembelajaran”

Bismillahirrohmanirrohim. Benar adanya hari Jumat adalah hari yang penuh keberkahan dan penuh rahmat. Hari itu, 29 Juli 2016 langkah kakiku pertama kali menginjakkan diri di Sekolah Alam Insan Mulia Surabaya (SAIM) tempat hijrahku saat ini berada. Hari pertama memasuki babak baru perjalanan hidupku setelah hijrah dari tanah kelahiranku. Sangat asing dan tidak biasa bagi diriku mengajar ditempat yang dipenuhi aura semangat, penuh inspirasi, dan bernuansa Islami. Kebingungan menyelimuti hari-hari awalku di sekolah ini, banyak hal yang harus aku pelajari di sini, pikirku sekolah ini sama saja seperti sekolah-sekolah yang lain yang pernah aku kunjungi, mengajar dan bekerja di sana. Rasa kesombongan yang tinggi tertancap di pikiran seraya terucap dalam kata “Aku pasti bisa mengajar dengan hebat dan bagus disekolah ini, karena pengalamanku di dunia pendidikan sudah banyak, 2007 aku sudah menjadi guru, lantas apa yang aku takutkan, hanya mengajar seperti biasa khan!”.
Ternyata tidak begitu adanya, pengalamank sangatlah kurang, masih banyak dan lebih banyak lagi yang harus dipelajari di sini.
”Selamat bergabung Ustadz, di keluarga besar Sekolah Alam Insan Mulia.” Ucap Ustadz Agus seraya bersalaman dengan sangat eratnya yang mana saat itu beliau sebagai HRD SAIM.
“Maaf Pak Agus, Ustadz?!. Saya bukan ustadz, cukup panggil nama saya saja, tanpa sebutan ustadz.” Jawabku dengan tercengang, aneh, dan penuh rasa heran.
“Ya Ustadz!. Dibiasakan ya nanti disini memanggil dengan sebutan ustadz dan ustadzah”. Jawabnya dengan senyum simpul di wajahnya.
Oh my god! untuk pertama kalinya saya dipanggil dengan gelar yang luar biasa istimewa dan mempunyai tanggung jawab yang sangat berat untuk dipertanggung jawabkan di akhirat kelak.
            Tidak berhenti kejutan itu datang bertubi-tubi. Kejutan itu diluar apa yang dipikirkan dan diperkirakan. Sebuah pengalaman dan pembelajaran yang luar bisa hebatnya. Saat shalat jumat, saya terheran-heran melihat khatib yang bertindak mengisi khutbah saat itu. Ini yang jadi khatib kenapa masih anak-anak, dia masih siswa sekolah menengah atas, kenapa ditunjuk menjadi khatib? Ini seriuskah? Pikirku bertanya-tanya dengan penuh kebingungan, lantas aku bertanya kepada ustadz Agus. “Ustadz Agus, yang jadi khatib kok anak SMA bukannya gurunya atau salah satu ustadz yang ada?!”
Seperti biasa dengan ekspresi senyum simpulnya beliau menjawab, “Inilah pembelajaran sesungguhnya, semua kegiatan dikemas sedemikian rupa agar menjadi sebuah bentuk pembelajaran sekaligus pengalaman yang berkesan bagi mereka. Jadi siap-siap saja Ustadz Redy yang akan menjadi khatib di jumat-jumat yang akan datang.”
Mendengar jawaban itu dahiku langsung mengkerut, alisku menyambung jadi satu dan berpikir keras. Apa yang harus aku lakukan kelak jika nantinya menjadi khatib shalat Jumat?!.
            SAIM sebagai lembaga pendidikan yang melahirkan generasi dan pemimpin muslim berkarakter mulia berkualitas dunia memang benar adanya. Bukan muridnya saja yang dicetak sebagai generasi dan pemimpin muslim yang berkarakter, tapi walimurid bahkan hingga ke gurunya juga dicetak yang sama. Itu yang saya rasakan selama dua tahun berada di sini. Banyak bukti yang dirasakan di sekolah yang memiliki lingkungan yang bersih dan Asri. Guru dengan murid, guru dengan guru, murid dengan murid, guru dengan walimurid saling bertegur sapa, senyum, dan mengucapkan salam. Terciptanya suasana yang harmonis dan penuh persaudaraan.
“Assalamu’alaikum, Ustadz!” seorang muridku laki-laki yang duduk di kelas 3 menyapaku dengan penuh gembira dan senyum yang lebar diwajanya pagi itu.
“Wa’alaikumsalam, anak hebat!. Bagaimana kabarmu setelah pulang dari perjalanan umrohmu?” tanyaku kepadanya sambil membalas ajakan tangannya bersalaman dengan mencium tanganku.
“Alhamdulillah Us, lancar. Aku senang selama berada di sana Us. Aku bisa melihat ka’bah yang sangat besar.” Jawabnya sambil terus menceritakan pengalaman perjalanannya selama umroh.
“Us!, pas aku di mekkah aku mendoakan Ustadz lho!” celetuknya diakhir pembicaraan kami. Sontak saja saya tertegun dan speechless dengan perkataannya. Subhanallah  nak! Sungguh mulia hatimu, engkau telah mendoakan gurumu dengan tulus, karaktermu sudah benar-benar terbentuk untuk menjadi pribadi yang hebat.
“Emang kamu berdoa apa untuk ustadz disana?!” tanyaku mengejar celetuknya yang barusan.
“Ya… rahasia donk Us!” jawabnya seraya dia berlari dariku mengejar temannya untuk melakukan kegiatan warming up.
Ya Allah, satu lagi kejutan yang Engkau berikan kepadaku dari orang-orang hebat disekitarku saat ini. Yang menjadi pertanyaanku saat itu, bagaimana sekolah ini membentuk karakter hebat seperti anak itu. Rasa penasaran ini semakin menjadi-jadi.
            Kebiasaan yang menurut orang lain mungkin biasa saja dan hanya bernilai receh. Tapi menurutku tidak, kebiasaan yang sederhana ini-lah yang membuatku takjub berada di SAIM. Suatu kegiatan pembelajaran yang sudah menjadi kebiasaan ini yang nantinya akan mencetak karakter hebat anak tersebut. Banyak kegiatan pembelajaran yang dibalut dengan berbagai kegiatan bermanfaat yang berlangsung. Saat itu saya diberi kesempatan untuk mendampingi kegiatan homestay, suatu pembelajaran yang sarat makna dan nilai-nilai berkarakter mulia. Kegiatan pembelajaran tersebut merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap tahun di jenjang kelas VI. Homestay merupakan pengalaman kegiatan pembelajaran yang sangat baru bagiku selama 10 tahun aku mengajar dari satu tempat ke tempat yang lain. Homestay bukan hanya sekedar kegiatan pembelajaran, tapi ini juga merupakan sebagai wujud syukur kita kepada Allah SWT yang telah memberikan segala kenikmatan kepada kita, berbagi dengan sesama, dan memaknai setiap langkah perjalanan hidup. Anak-anak dititipkan selama tiga hari berkegiatan bersama orang tua asuh mereka di sana. Banyak pelajaran hidup yang diperoleh dari pembelajaran ini, anak-anak dilatih untuk mandiri, hidup sederhana, saling tolong-menolong, memecahkan masalah secara mandiri yang mereka hadapi, dan berbagi dengan sesama. Bukan hanya siswanya saja, tapi saya juga sebagai guru pendampingnya banyak belajar dan memaknai dari kegiatan pembelajaran ini. Matahari pagi masih bersembunyi dibalik peraduannya, tapi sorak sorai anak-anak terdengar sangat riuh disepanjang jalan raya Desa Claket, Pacet, Mojokerto. Mereka bergegas bersama shalat Subuh bersama orang tua asuh mereka di Masjid Desa, setelah itu langsung beraktifitas bersama.
”Ustadz!, ayo ikut kami jual bunga hasil panen kemaren ke Pasar”. Teriak semangat mereka di atas pic-up memecah keheningan fajar.
“Ustadz!, ikut aku aja ke ladang di kaki bukit, kita mau memanen sayuran dan buah-buahan. Lebih seru ikut aku ustadz!”. Sahut seorang anak dari kelompok menghampiriku.
Jadi bingung mau ikut yang mana, kedua kegiatan itu sama serunya.
”Baiklah, ustadz memilih ikut pergi ke ladang di kaki bukit, karena ustadz lihat kendaraan pic-up-nya sudah penuh dengan tumpukan-tumpukan bunga yang indah. Kasihan nanti kalau kena injak kaki.” Jawabku menengahi ajakan mereka.
“Oke Us!. Aku berangkat dulu ya, keburu siang, ntar bunganya layu dan gak laku dijual.” Dengan senyum kegembiraan diraut wajahnya bertanda mereka menikmati proses pembelajaran ini.
            Banyak manfaat yang diperoleh dari setiap kegiatan pembelajaran di SAIM. Pendidikan karakter terbentuk sesuai dengan alam usianya. Yang terpenting dari segala bentuk kegiatan pembelajaran adalah pemaknaan pembelajaran itu sendiri. Anak-anak bersama kita sebagai pengajar selalu mengajak mereka untuk memaknai setiap proses yang berjalan selangkah demi selangkah. Menjawab rasa ingin tahu mereka, ikut merasakan apa yang mereka rasakan, dan turut hadir mendampingi mereka saat proses pembelajaran adalah kunci dari segala aktivitas yang akan membekas di benak pikiran dan hati sebagai pengalaman yang tidak akan terlupakan serta bermanfaat untuk kehidupannya kelak. Perjalanan hijrahku akan tetap bersama orang-orang hebat disekitarku.

 Dan masih banyak cerita-cerita yang lebih menarik mewarnai keseharianku di SAIM. 

Belajar Membuang dan Mengelola Sampah dari Negara Tetangga

Catatan kecil berupa resume pengajuan pendampingan siswa Sekolah Alam Insan Mulia Surabaya (SAIM) ke Singapura, Malaysia dan Jepang.

Sampah merupakan salah satu topik besar yang sampai saat ini Negara manapun mencari terobosan dan ide-ide bagus bagaimana cara mengolah sampah dengan baik, aman dan benar. Terbukti dengan banyaknya sampah yang timbul di setiap Negara baik dari sampah rumah tangga, sampah industri dan lainnya ini hampir di seluruh dunia menjadi topik yang diperbincangkan karena sampah sudah mengganggu bahkan merusak habitat makhluk hidup lain. Sudah banyak para Ilmuan mempelajari bagaimana cara mengolah sampah ini terutama sampah plastik, karena sampah plastik merupakan bencana dengan penanganan yang sangat rumit sekali dan tidak main-main, sebab sampah plastik sangat susah diurai. 

Sebut saja Jepang, Singapura atau Negara lainnya, salah satu negara yang dapat mengolah sampah dengan cukup baik bahkan sangat baik dari skala ringan hingga berat. Sampah yang dihasilkan dari penduduknya dapat mereka pilah dan olah sehingga tidak merusak lingkungan sekitar. Ambil contoh Jepang, Negara ini merupakan negara dari sekian banyak negara yang dapat menangani sampah dengan sangat baik dan terstruktur. Dengan rakyatnya dapat menangani sampah dimulai dari rumahnya sendiri. Penduduk Jepang disetiap rumahnya terdapat lebih dari satu tempat sampah, karena warganya sadar betul bahwa sampah harus dipilah agar proses pengolahannya tepat dan tidak merusak lingkungan 

Dalam struktur kurikulum pendidikan di Jepang, terdapat materi tentang penanganan sampah dan cara membuang serta memilah sampah yang berpotensi dapat merusak lingkungan. Tema tersebut diajarkan sejak mereka duduk di bangku TK atau kelompok bermain. Siswa-siswi di Jepang sana sudah mengetahui apa yang dapat mereka perbuat dan lakukan jika mereka menemukan sampah apapun di jalan, mereka mempunyai kesadaran untuk memungutnya serta membuangnya ke tempat sampah yang sudah disediakan oleh pemerintah di setiap tempat-tempat strategis. Sehingga Nampak sekali Negara mereka adalah Negara yang sangat bersih dan bebas sampah. 

Sekarang, bagaimana dengan Indonesia dengan setumpuk permasalahan dalam pengolahan sampah-sampahnya yang dihasilkan dari banyak penghasil sampah?. Kondisi masyarakat Indonesia kurang sadar betapa bahayanya sampah terutama sampah plastik yang sangat berbeda dengan masyarakat Jepang ataupun Singapura. Warga Indonesia sebenarnya sudah diedukasi mengenai sampah mulai dari anak-anak mereka baik di sekolah maupun rumah, hanya saja kesadaran betapa pentingnya membuang sampah pada tempatnya kurang menjadi budaya yang baik. Mereka masih menganggap sampah itu remeh. Lihat saja masyarakat kita baik yang tinggal diperkotaan maupun di pedesaan, masih saja membuang sampah di sungai. Oleh sebab itu di Indonesia sering terjadi bencana banjir akibat sampah. Kita ketahui bersama ibu kota Negara kita Jakarta bahkan kota yang saya tinggali saat ini Surabaya, masih berupaya bagaimana mengolah sampah dengan baik, aman dan benar. 

Jadi dilihat dari topik yang saya jabarkan di atas, saya ingin mengatahui bagaimana masyarakat luar negeri sana menangani sampah yang dihasilkan dari dirinya sendiri ataupun dari orang lain. Sebagai contoh sederhana mereka para pelajar di luar negeri lebih memilih untuk membawa tempat minum atau wadah pribadi untuk makan dan membeli makanan, karena menurut mereka penggunaan wadah pribadi dapat mengurangi penggunaan sampah plastik sebagai pembungkus makanan dan botol plastik sebagai tempat minuman. Dan masih banyak lagi contoh-contoh kebiasaan mereka yang baik yang dapat diterapkan. 

Dari penjabaran singkat di atas, saya sangat ingin mempelajari bagaimana negara-negara tersebut dapat mengedukasi penduduknya tentang bahaya sampah terutama sampah plastik dan menjadikan penduduknya sadar betul betapa pentingnya menjaga kebersihan. Dari situlah saya harap bisa mengaplikasikannya terhadap diri saya khususnya dan untuk semua warga SAIM sebagai lembaga yang saya bernaung dibawahnya dan untuk masyarakat pada umumnya. 

Berangkat ke luar negari, dan mengunjungi tempat-tempat yang dapat menambah pengalaman dan inspirasi saya merupakan dari sekian banyak daftar impian yang ingin saya wujudkan. Segala daya dan upaya akan saya wujudkan impian saya satu persatu. Jika saya diberi kesempatan saya ingin mewujudkan cita-cita saya itu melalui seleksi pendamping yang di laksanakan oleh SAIM. Besar harapan saya mendapatkan peluang ini untuk pergi kesana dengan menimba ilmu dari sana. Semoga ilmu yang saya peroleh nanti dapat saya terapkan bagi diri saya khususnya dan di lingkungan SAIM pada umumnya. 

Surabaya, 16 September 2017